"Seruan untuk kembali kepada Al-Qur'an dan Sunah adalah seruan abadi yang secara normatif merupakan perintah Allah Swt (Q.S. An-Nisa:59). Namun ketika dikemas dan dioperasionalkan dalam sebuah gerakan (harakah), seruan itu akan tampil variatif; karena setiap tokoh memilih dan memiliki aksentuasi yang berbeda." (H. Atif Latifulhayat).

Selain alasan di atas, timbulnya gerakan (baca: gerakan pembaharuan) atau ishlah al-Islam itu mendapatkan legitimasi pula dari Al-Qur'an (7:170; 11:117) dan hadis.

Persis, dengan karakteristiknya yang khas, tampil sebagai suatu organisasi pembaharu (harakah tajdid) yang cukup berhasil mewarnai perkembangan pemikiran dan pemahaman keislaman. Persis kini menjadi alternatif bagi pengalaman dan pengamalan keislaman umat Islam di Indonesia pada khususnya. "Jadikan Al-Qur'an dan hadis sebagai pedoman dan pimpinan. Hidupkan jihad dan ijtihad. Hindari taklid buta. Basmi bidah, khurafat, takhayul, dan syirik. Perluas tablig dan dak kepada segenap masyarakat." Itulah kata-kata kunci pembaharuan ala Persis yang senantiasa didengungkan oleh mubalignya yang berpikiran modern dan tajam lidah. Model pembaharuan Persis ternyata telah menggemparkan dunia Islam. Banyak ulama yang akhirnya "dibangunkan" dari tidurnya. Akan tetapi, fikrah dan praksis Persis terbukti tidak hanya berpengaruh terhadap kehidupan keagamaan, tetapi juga menghujam ke segenap kehidupan sosial, budaya, dan politik di Indonesia. Melalui tokoh-tokohnya, Persis juga telah memberikan konstribusi yang tidak sedikit terhadap perjalanan politik bangsa.