Dalam sedikitnya catatan,setelah Indonesia merdeka beberapa daerah telah berhasil menyeleggarakan pemilu nasional dilaksanakan pada tahun 1955, di antaranya adalah pemilu di Karisidenan Kediri dan Surakarta pada 1946, Kalimantan Selatan pada 1948, Yogyakarta pada 1951, Sulawesi pada 1951 (Minahasa,Sangir-Talaut),dan Kotapraja Makassar pada 1952.

Pada konteks Yogyakarta, mungkin bisa disebut sebagai hal yang menarik, karena pada 1951 penguasa Yogyakarta Sultan HB IX "memelopori" adanya pemilihan umum sebagai usaha membentuk pemerintahan yang demokratis. Dan usaha itu herhasil dalam kerangka membangun citra "Raja Yogyakarta Demokratis", karena dengan cerdas mendistribusikan kekuasaannya secara merata kepada berbagai elemen publik. Sekalipun bisa dimaknai sebagai politik identitas dan usaha mempertahankan kepeloporan Sultan HB IX, sebagai lanjutan dari periode revolusi 1945-1949. Namun, peristiwa itu menunjukkan bahwa apa yang Sultan HB IX lakukan memberikan makna yang luas bagi perkembangan demokrasi dan partisipasi di Indonesia, karena apa yang dilakukan di Yogyakarta menjadi rujukan bagi banyak daerah lain di Indonesia. Lebih jauh, pemilihan umum Yogyakarta 1951 memberikan makna luas atas cakrawala dan kebijakan lebih lanjut dalam pemilihan umum 1955. Ia bisa dilihat sebagai ukuran-ukuran dan gambaran awal dalam penyusunan kebijakan Indonesia ke depan.