Tidak semua orang Batak mengetahui keberadaan agama Malim di tanah Batak, hingga kini masih tetap eksis dan memiliki pengikut yang cukup banyak. Begitu pula dengan Sisingamangaraja XII yang bukan hanya sekadar pahlawan nasional, melainkan lebih dari itu yakni semacam "nabi" yang menerima ajaran dari Tuhan Debata Mulajadi Na Bolon yang dikemas dalam sebutan agama Malim. Agama asli orang Batak ini belum dikenal ketika Sisingamangaraja XII masih berkuasa. Namun setelah Sisingamangaraja XII dinyatakan wafat oleh Belanda, maka pada saat itu muncul Nasiakbagi yang menurut kepercayaan agama Malim beliau adalah Sisingamangaraja yang tugasnya tidak hanya menjalankan harajaon (kerajaan) melainkan hamalimon (keagamaan). Pada masa menjalankan hamalimon, Nasiakbagi deklarasikan agama ini kepada umatnya yang diawali dengan sebuah cataan malim ma hamu (malimlah kalian) dan sejak itulah agama Malim ni menjadi agama.

Falsafah sosial parmalim bukanlah Dalihan Na Tolu (DNT) melainkan falsafah Suhi Ni Ampang Na Opat (SUNANO) yang diyakini lebih asli dibandingkan dengan DNT. Dari falsafah sosial SUNANO inilah yang diamalkan Sisingamangaraja I hingga XII, Mereka menganggap bahwa DNT yang dianut masyarakat Batak sekarang ini adalah akibat politik adu-domba Belanda yang sengaja mematikan peran raja dalam sistem sosial politik masyarakat Batak dengan cara menghilangkan komponen "hormat kepada raja" dalam sistem SUNANO.

Buku Agama Malim di Tanah Batak ini membahas tentang kosmologi, sistem kepercayaan, ritual, ajaran dan sumber hukum Agama Malim. Diulas pula sejarah masuknya agama Islam dan Kristen ke tanah Batak serta struktur organisasi dan pengaruh agama lain terhadap agama Malim.