
PERPUSTAKAAN STPN
Pengarang | M. NOER KURNIAWAN |
Penerbit | STPN Yogyakarta |
Tempat Terbit | Yogyakarta |
Tahun Terbit | 2012 |
Bahasa | Indonesia |
ISBN/ISSN | - |
Kolasi | xii, 104 hlm.: ilus.; 30 cm |
Subjek | Kasus Pertanahan |
Media | Skripsi |
Abstrak | |
Kota Surabaya memiliki keistimewaan dalam hak mengelola tanah yaitu pemberian Surat Izin Pemakaian Tanah (IPT atau dikenal dengan �Surat Hijau�) atas tanah-tanah aset Pemkot Surabaya dengan potensi luas mencapai 1.423 hektar pada tahun 2010. IPT dikeluarkan oleh Badan Pengelolaan Tanah dan Bangunan Pemkot Surabaya yang diatur dalam Perda Kota Surabaya No. 1 Tahun 1997. Ternyata, kebijakan IPT telah menimbulkan sengketa, perkara, bahkan konflik antara pemegang IPT dengan Pemkot Surabaya. Sejak tahun 2007 Kelompok Masyarakat Pemegang Surat Hijau telah melakukan gugatan class action dan judicial review atas Perda No. 1 Tahun 1997 tentang IPT. Oleh karenanya, perlu dilakukan kajian tentang: apa penyebab timbulnya kasus pertanahan di atas IPT; dan apa implikasinya terhadap pengelolaan pertanahan di Kota Surabaya? Penelitian Kasus Pertanahan Di Atas Surat Hijau Di Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur ini, menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Data diperoleh dari studi dokumen dan wawancara mendalam dengan penjaringan informan secara purposive dari aparat Pemkot Surabaya; pemegang IPT (TVRI dan masyarakat); aparat Kantor Pertanahan Kota Surabaya; pejabat Sub. Bagian Humas Pengadilan Negeri Surabaya; dan Ketua Gerakan Pejuang Hapus Surat Ijo Surabaya (GPHSI). Data yang dihimpun dari hasil penelitian, dikumpulkan dan dibandingkan antara data dilapangan dengan data kepustakaan, kemudian dilakukan analisis untuk menarik kesimpulan mengenai penyebab dan implikasi kasus pertanahan terhadap pengelolaan pertanahan di Kota Surabaya. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa, pertama, perbedaan persepsi antara masyarakat dan Pemkot Surabaya dalam merujuk peraturan mengenai masalah penguasaan tanah adalah salah satu penyebab kasus dengan adanya Izin Pemakaian Tanah. Tindakan Pemkot Surabaya mengeluarkan Surat Izin Pemakaian Tanah yang disertai dengan kewajiban membayar uang retribusi sangat memberatkan warga pemegang IPT. Selain itu juga jerat sosial dan hukum telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya dalam peresmian izin pemakaian tanah. Kedua, implikasi dari IPT ini mengakibatkan masyarakat tidak dapat memperoleh fungsi sertipikat yang seharusnya mereka peroleh melainkan hanya sebatas surat izin pemakaian tanah yang di keluarkan Pemerintah Kota Surabaya dengan berbagai hak dan kewajiban yang telah ditetapkan. PAD Pemkot Surabaya yang didapat dari retribusi IPT seharusnya digunakan untuk biaya pembangunan bagi kawasan yang berstatus IPT tetapi warga sama sekali belum menikmati adanya peningkatan dalam bentuk pelayanan yang lebih baik di kawasan yang di tempatinya. Kebijakan IPT ini juga telah mengakibatkan resistensi dan konflik kepentingan di antara warga pemegang IPT. Untuk itu perlu win-win solution yang saling menguntungan antara warga IPT dan Pemkot, diawali dengan inventarisasi mengenai tanah-tanah yang menjadi asset Pemkot dan kemudian didaftarkan ke Kantah Kota Surabaya. Selanjutnya, Pemkot bersama DPRD Kota Surabaya merumuskan kebijakan dalam bentuk aturan /Perda mengenai pelepasan surat hijau (IPT). Pelepasan ini juga harus datur mengenai batasan maksimum tanah yang akan dilepaskan, untuk mencegah adanya tuan tanah baru di Kota Surabaya. |
Nomor Rak | |||||||
Nomor Panggil | |||||||
Lokasi | Ruang Referensi | ||||||
Eksemplar | 1 | ||||||
![]() Pencarian koleksi menggunakan RFID akan membantu mempercepat menemukan koleksi di rak buku. Gunakan fitur ini jika mengalami kesulitan dalam menemukan koleksi di rak buku. Untuk menggunakan fitur ini silahkan klik salah satu Tombol Pesan diatas kemudian hubungi Petugas Pelayanan Sirkulasi dengan menyebutkan Judul Bukunya. |