Klaim tanah banyak terjadi pada proses perampasan tanah dibawah bendera kolonisme dan sosialisme. Dalam buku ini para antropolog berupaya menuliskan mengenai proses restitusi tanah yang terjadi secara meluas dari mulai Cape God sampai Romania dan New Zealand. Buku ini menawarkan sebuah etnografi komparatif yang kritis mengenai program restitusi tanah. Program restitusi tanah mengkaitkan masa lalu dan masa kini dimana dimungkinkan para bekas pemilik tanah untuk mengklaim kembali tanah-tanah mereka sebagai sumber identitas dan penghidupannya. Restitusi secara tidak langsung menyiratkan sebuah bobot moral yang merepresentasikan sebuah penegakan dari ketidakadilan yang terjadi serta pemulihan luka-luka akibat kolonialisme. Restitusi juga memiliki tujuan nonformal seperti membangun legitimasi sebuah rezim baru, meredam ketidakpuasan umum, maupun menggalang pendanaan. Restitusi sendiri bisa memunculkan konsekuensi yang tidak diinginkan seperti mengubah pandangan tentang properti dan kepemilikan;pemusatan birokrasi lokal atau mereplikasi pola-pola penggunaan tanah yang terpisah. Komunitas pengklaim tanah mungkin membuat sebuat klaim baru pada negara tetapi mereka juga mendapati bahwa pemerintah juga membuat klaim yang tidak diharapkan pada tanah dan sumber penghidupan mereka. Restitusi menjadi salah satu jalan menuju kewarganegaraan tetapi juga memunculkan satu bentuk penjajahan baru atau neotradisional. Buku ini akan membawa pembaca untuk mengeksplorasi wacana dan kemungkinan-kemungkinan yang muncul melalui kasus-kasus dari Amerika, Eropa Timur, Australia dan Afrika Selatan. Dengan fokus pada pertanyaan teroritis dan praktis yang muncul, buku ini menawarkan sebuah pemikiran kritis yang baru untuk melihat keterkaitan antara restitusi tanah dan properti, perubahan sosial, ketidakadilan, kewarganegaraan, negara dan pasar.