Sebagai anti tesis pemerintah orde baru yang sentralistik, pada paska orde baru ini semua daerah menginginkan suatu pemerintahan yang desentralistik, dengan dua opsi: Federasi atau Otonomi daerah yang seluas-luasnya sesuai kemurnian pasal 18 UUD 1945. Tetapi mereka juga kurang sependapat dengan status otonomi yang nyata, bertanggung jawab dan dinamis, sebagaimana bunyi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintah Daerah. Dari kedua opsi itu, mengapa mayoritas kurang memilih bentuk negara federal, karena dalam kehidupan berbangsa dan bernegara amat riskan untuk melakukan eksperimen trial and error. Bahkan bagi rakyat Yogyakarta, selain set-back juga berarti mengingkari maklumat 5 September 1945, yaitu ketika Ngayogyakarta Hadiningrat menyatakan diri menjadi bagian dari Republik. Keinginan membentuk negara federal itu, sesungguhnya juga tidak sesuai dengan jiwa bangsa kita, yang pada dasarnya sejak jaman Budi Utomo dan diikrarkannya sumpah pemuda, kita telah menginginkan bentuk negara kesatuan. Itulah sebabnya, mengapa saat dulu menyusun UUD 1945 sebagai dasar negara kesatuan, para pendiri republik terlibat dalam perdebatan sengit mengenai sistem penyelenggaraan pemerintahan.