Pelaksanaan pengolahan data secara elektronik ( PDE atau elektronic data processing [EDP] ) di Indonesia semakin berkembang, bahkan dapat dikatakan dengan sangat pesat. Hampir semua kantor kini telah memiliki komputer yang di gunakan untuk kegiatan organisasi yang bersangkutan, baik dalam pengolahan yang sangat sederhana seperti untuk mengolah kata (word processor, seperti misalnya Word Star, Microsoft Word atau wordPerfect ) dan pengolahan data( data processor, seperti misalnya dBase atau lotus 1-2-3), atau yang canggih seperti misalnya yang belakangan marak dilakukan oleh bank-bank Indonesia seperti penggunaan ATM (automated teller machine ). Bagi manajer, kondisi ini tentunya menjadikan tantangan.dengan semakin banyak dan murah dan murahnya komputer, maka manajer akan semakin mudah dan perlu untuk memilikinya. akan tetapi pelaksanaanya memerlukan pertimbangan yang cukup matang karena umumnya pengeluaran untuk pengadaan komputer tidak hanya menyangkut satu atau dua juta rupiah saja, akan tetapi sering pula menyangkut keunggulan kompetitif, disamping mereka tidak perlu terlalu terlibat secara detail dalam operasi komputer tersebut. Hanya saja menejer perlu memahami masalah komputerisasi ini, khususnya yang berkaitan dengan manfaat yang bisa di peroleh serta pengendalian yang di perlukan, sehingga pengeluaran investasi tersebut akan memberikan hasil yang menguntungkan, dapat meningkatkan keunggulan kompetitif,dan/ atau dapat meningkatkan pelayan kepada pelanggan (nasabah). Bagi pemeriksa (auditor) khususnya di Indonesia, perkembangan pengolahan data elektronik tersebut sayangnya tidak di barengi dengan perkembangan audit PDE. Artinya, pelaksanaan pemeriksaan oleh kantor-kantor akuntan pablik atau instansi pemerintah yang berfungsi sebagai pemeriksa seperti badan pemeriksa keuangan (BePeKa) atau Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP ), masih banyak yang menggunakan metode audit sekitar komputer maksudnya, para pemeriksa tersebut