Saat ini masih jutaan rakyat yang berada di garis kemiskinan yang "ora biso gumuyu" (tidak bisa ketawa) tetapi meratapi dirinya siang dan malam, serta bermimpi kapan ia bisa lepas dari penderitaan ini. Liberalisasi yang mengganas, menjadikan individu semakin tidak peduli dengan individu yang lain, menumpulkan sifat sifat kemanusiaan, menjadikan upaya "wong cilik biso gumuyu" menjadi semakin relevan.

Konsep pendekatan pelaksanaan tugas keagrariaan/pertanahan, yang tidak hanya memandang "wong cilik" sebagai obyek sasaran pembangunan, melainkan menempatkan "wong cilik" juga sebagai subyek yang ikut terlibat dalam proses pembangunan, adalah sangat tepat. Di sinilah kuncinya, sehingga tanah yang dimiliki petani, yang merupakan "wong cilik" berasal dari redistribusi land reform merupakan modal utama dalam pembangunan pertanian.

Dengan adanya paradigma baru dalam bernegara dan berpemerintahan melaksanakan Reforma Agraria, maka sebagai konsekwensi logisnya adalah tuntutan perubahan pola pikir dari "inward looking" menjadi "outward looking", yaitu pandangan yang luas dan terpadu.