Sesuai dengan Permendagri 19 Tahun 2016, penatausahaan aset mencakup tiga dimensi utama: pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan, yang harus terlaksana secara optimal dan terintegrasi untuk memastikan keberlangsungan dan kesinambungan pengelolaan aset daerah. Penelitian ini mengidentifikasi berbagai masalah dalam implementasi penatausahaan aset tanah, termasuk ketidaktepatan pencatatan, data koordinat yang belum akurat, data yang belum diperbarui, pencatatan ganda, serta aset yang ditempati oleh warga dan belum tersertifikasi.

Hasil penelitian menunjukkan adanya ketidaktepatan dalam pencatatan aset, di mana informasi yang tercatat seringkali tidak sesuai dengan kondisi aktual. Data koordinat yang digunakan untuk menentukan lokasi aset juga ditemukan tidak akurat, sehingga menambah ketidakpastian dalam penataan aset. Selain itu, ada masalah dalam hal pembaruan data yang tidak dilakukan secara berkala, pencatatan aset yang ganda, serta adanya aset yang sudah ditempati oleh warga tanpa adanya proses sertifikasi yang memadai.

Penelitian ini merekomendasikan perbaikan dalam pengelolaan aset tanah, termasuk penerapan sistem yang lebih terintegrasi dan akurat untuk memastikan semua data aset terkini dan valid, sesuai dengan ketentuan Permendagri 19 Tahun 2016. Dengan perbaikan ini, diharapkan pemerintah daerah dapat lebih mudah dalam memanfaatkan dan mengelola aset tanah secara efektif, serta meningkatkan transparansi dan akurasi dalam penatausahaan aset di Kabupaten Bojonegoro.