Sejak terbitnya UUPA pelaksanaan pendaftaran tanah ulayat di Indonesia belum optimal. Kementerian ATR/BPN kemudian melaksanakan inventarisasi dan identifikasi tanah ulayat pada tahun 2021. Hasil inventarisasi dan identifikasi tersebut ditindaklanjuti dengan pilot project penatausahaan tanah ulayat nagari di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kabupaten Tanah Datar pada tahun 2023. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif empiris dengan pendekatan sosiologi hukum, pendekatan konseptual, dan pendekatan perbandingan hukum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme penatausahaan tanah ulayat nagari, faktor-faktor yang mempengaruhi proses penatausahaan tanah ulayat nagari, dan untuk mengetahui pengaturan tanah ulayat di Indonesia setelah adanya penatausahaan tanah ulayat nagari. Hasil penelitian menunjukkan mekanisme yang dilaksanakan meliputi inventarisasi dan identifikasi, sosialisasi kegiatan, pemasangan tanda batas, pengukuran dan pemetaan, pencatatan dalam daftar tanah dan penerbitan sertipikat hak pengelolaan, dan penyerahan sertipikat. Faktor pendukung pilot project penatausahaan tanah ulayat nagari yaitu keinginan MHA untuk memperoleh kepastian hukum hak atas tanah ulayatnya, tersedianya anggaran, dan meningkatnya perhatian pemerintah terhadap MHA dan tanah ulayatnya. Faktor penghambatnya yaitu belum adanya kesepakatan batas tanah ulayat, belum adanya surat keputusan dari kepala daerah tentang MHA, dan adanya dualisme kepengurusan KAN. Penatausahaan tanah ulayat nagari berdampak secara hukum, politik, ekonomi, dan sosial budaya. Keempat dampak tersebut sangat menguntungkan bagi MHA