Terbatasnya ketersediaan lahan yang diperuntukkan untuk permukiman membuat penduduk bermukim di area yang tidak sesuai dengan peruntukkannya. Salah satunya adalah permukiman di kawasan rawan bencana (KRB) Gunung Merapi. Permukiman yang berada pada kawasan rawan bencana Gunung Merapi memiliki potensi bahaya dan kerugian yang tinggi ketika gunung tersebut mengalami erupsi atau letusan. Tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui sebaran dan luasan ketidaksesuaian nya sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam pengambilan kebijakan ke depannya terkait pengendalian permukiman pada kawasan tersebut.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode campuran dengan pendekatan spasial dan deskriptif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan ialah melalui wawancara, observasi, dan studi literatur. Penelitian ini berlokasi di Kalurahan Umbulharjo Kecamatan Cangkringan yang termasuk dalam wilayah kawasan rawan bencana Gunung Merapi.

Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) luas lahan permukiman yang tidak sesuai dengan kebijakan KRB III sekitar 284.364,409 m² atau sekitar 25% dari total perubahan penggunaan lahan di Kalurahan Umbulharjo. Adapun lahan permukiman yang dinyatakan sesuai memiliki luasan sekitar 862.657,164 m² atau sekitar 75% dari total perubahan penggunaan lahan di Kalurahan Umbulharjo; (2) berdasarkan PERBUP Sleman Nomor 20 Tahun 2011, Permukiman tidak diperbolehkan berdiri pada wilayah KRB III. Permukiman hanya diperbolehkan bagi bangunan yang telah ada sebelum tahun 2011 namun kawasan permukiman tersebut tidak diperbolehkan untuk berkembang; (3) Penduduk sekitar enggan meninggalkan kawasan rawan bencana Gunung Merapi dikarenakan beberapa faktor. Diantaranya faktor budaya, kepercayaan yang turun temurun, dan kecintaan terhadap mata pencahariannya walaupun bahaya letusan dapat terjadi kapan saja. Selain itu, penduduk memilih untuk bermukim di KRB III karena sebagian tidak memiliki lahan di KRB II dan menilai KRB III masih cukup aman.