Wilayah perkotaan terus berkembang dari waktu ke waktu yang mana fenomena ini tidak terlepas dari adanya urbanisasi yang merupakan tahapan dari perkembangan kawasan perkotaan. Urbanisasi terjadi akibat sedikitnya lapangan pekerjaan di desa ditambah dengan pertumbuhan penduduk yang pesat mendorong masyarakat untuk melakukan mobilisasi ke wilayah perkotaan. Hal ini menyebabkan tenaga kerja tenaga kerja terkonsentrasi pada suatu wilayah. Urbanisasi juga merupakan salah satu pendorong pemusatan kegiatan ekonomi yang mana menjadi cikal aglomerasi. Urbanisasi yang tinggi dan pesatnya pertumbuhan dan perkembangan perkotaan mendorong perubahan penggunaan tanah untuk memenuhi permintaan tanah. Jika perubahan ini terjadi terus menerus dan dalam skala besar, akan menimbulkan permasalahan.

Metode yang digunakan pada penelitian ini merupakan metode kuantitatif dengan berbagai pendekatan yakni pendekatan spasial untuk menganalisis perubahan penggunaan tanah dan ketersediaan tanah, pendekatan shift-share untuk mengetahui pergeseran tenaga kerja serta pendekatan uji korelasi Spearman Rank untuk mengetahui korelasi antara variabel.

Hasil penelitian menunjukkan perubahan penggunaan tanah di Aglomerasi perkotaan Yogyakarta dan sekitarnya memiliki tren menjadi kawasan budidaya non pertanian yakni permukiman. Dampak aglomerasi perkotaan memiliki sisi positif seperti peningkatan fasilitas umum serta berkembangnya kawasan permukiman, dan dampak negatifnya pesatnya alih fungsi lahan akan berdampak pada ketahanan pangan regional. Urbanisasi memiliki korelasi positif terhadap perubahan penggunaan tanah begitu pula dengan ketersediaan tanah dan jarak pada APY dan sekitarnya di Kabupaten Sleman. Sedangkan di Kabupaten Bantul semua variabel tidak memiliki korelasi.