Kebutuhan akan lahan yang meningkat seiring dengan perkembangan ekonomi dan urbanisasi, serta dampak negatif dari alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Perubahan penggunaan lahan ini mengancam ketahanan pangan, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola alih fungsi lahan di Kabupaten Sleman, dampaknya terhadap ketahanan pangan, dan strategi pengendalian yang diperlukan untuk mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan di wilayah tersebut.

Metode penelitian ini menggunakan metode campuran atau mix method. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui interpretasi citra, observasi, wawancara, dan studi dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan peta tutupan lahan tahun 2016 dan 2023, alih fungsi lahan di Kabupaten Sleman paling besar terjadi di Kawasan Sleman Tengah, dengan pola mengelompok akibat perkembangan wilayah yang tidak merata. Dampaknya meliputi penurunan ketahanan pangan, penurunan kualitas lingkungan lokal, ancaman terhadap keanekaragaman hayati, peningkatan nilai tanah dan biaya hidup, serta kesenjangan pembangunan. Analisis menunjukkan alih fungsi lahan mengurangi lahan pertanian dan membagi ketahanan pangan menjadi tiga zonasi: Zona Convertible Land (ketahanan pangan rendah) di Depok, Ngaglik, dan Mlati, Zona Buffer Land di Godean, Ngemplak, dan Berbah; serta Zona Land For Sustainable (pertanian berkelanjutan) di Turi, Pakem, Cangkringan, Tempel, Kalasan, Prambanan, Seyegan, Minggir, dan Moyudan. Upaya pengendalian meliputi peraturan tata ruang, perlindungan LP2B, kolaborasi lintas sektor, partisipasi masyarakat, serta pengawasan dan evaluasi rutin oleh instansi terkait.